MENGEMBARA DAN MENGGIGIL DI BEIJING (China Journey...1)


Tahun telah berganti, banyak rencana baru menanti, saatnya menentukan destinasi, pilih tujuan yang berarti, dan hitung anggaran yang sesuai. Rencana traveling pada awal tahun 2018 telah ditetapkan oleh suami, setelah mengingat dan menimbang, tujuan selanjutnya adalah ke Beijing. Alasannya adalah, ingin mencari suasana musim dingin, dengan Visa yang mudah diurus, dan biaya akomodasi yang tidak menguras rekening. Terlebih di Beijing banyak terdapat peninggalan sejarah, dan mudah mencari masjid serta resto makanan halal. Untuk traveling ke Beijing, kami memutuskan mengambil cuti selama 5 hari.

Perjalanan dimulai pada hari Sabtu, 6 Januari 2018 pukul 12:25 WIB, kami menuju Kuala Lumpur dengan maskapai Air Asia, berbiaya GRATIS, hanya membayar airport tax dan bagasi 25 Kg saja, berkat Big Poin, hehe. Mendarat di Kuala Lumpur pada pukul 16:00 local time. Menginap semalam di Tune Hotel Aeropolis (hotel bandara). Melanjutkan perjalanan esok harinya, Minggu 7 Januari 2018 dengan maskapai Cathay Pacific, pada pukul 09:00, lanjut transit selama 2 jam di Hongkong dimulai pada pukul 12:55, dan melanjutkan perjalanan ke Beijing pukul 15:00, sampai akhirnya mendarat di Beijing pada pukul 18:15.

Kali pertama kami naik maskapai ini, kesannya hmmm nyaman karena full service, dan terdapat pilihan makanan halal, yang harus dipesan sebelum keberangkatan, jadi pada saat sudah duduk manis di pesawat, mbak pramugari langsung mengkonfirmasi dan mengantarnya untuk kami.

Seperti biasa, suami sudah memesan wireless wifi pada saat di Indonesia, dengan penyedia jasa Kl**k. Dan sudah lunas terbayar via online, senilai Rp 300.000,-. Namun kami tidak menikmati wifi-nya huhu. Tapi syukurlah bisa menjadi pelajaran dan bahan sharing untuk teman-teman yang akan ke Beijing nanti. 

Sesampai di Beijing Capital International Airport, sambil menunggu bagasi di conveyor, suami mencari informasi pick up point wireless wifi dengan membuka halaman web yang telah di capture, dan kebetulan berbahasa Indonesia. Kami bertanya ke petugas informasi, namun sayangnya petugas tidak terlalu memahami bahasa Inggris kami. Setelah celingukan dan tidak menemukan stand persewaan wireless wifi, maka kami memutuskan keluar dari area baggage claim menuju arrival hall. 

Di arrival hall, kami pun jalan kesana kemari dan lagi-lagi tidak menemukan stand dimaksud. Akhirnya kami bertanya ke bagian informasi, petugas informasinya sangat baik dan berempati untuk membantu. Namun kami mulai heran, bagaimana bisa petugas informasi tidak mengetahui tentang  stand wireless wifi ini. Sepertinya mereka tidak mengerti yang kami maksud karena keterbatasan bahasa. Yang mereka pikir, kami sedang mencari sim card. Kami mau mencari informasi sendiri pun tidak bisa karena untuk terkoneksi dengan wifi bandara, harus memiliki nomor hp lokal, huwaaa.

Setelah tertahan berputar-putar di bandara selama 2 jam, dan dibantu mbak-mbak bandara yang menyarankan beli  sim card di vending machine tetapi mahal, jadi kami tidak menuruti sarannya. Plus kami masih harus naik taksi ke hotel (karena naik taksipun murah). Akhirnya suami memutuskan untuk melepas harapan akan wifi yang sudah terbayar ituuuu. Ahhh, baiklah, supaya tenaga dan mood tidak terkuras, dan usaha kami pun sudah maksimal, kami lanjut saja antri taksi untuk menuju hotel. Biaya taksi yang kami bayar sebesar CNY 75, yapp biaya taksi memang lebih hemat bila dibandingkan naik kereta airport express, plus kami dapat hemat energi karena langsung turun di hotel.

Keluar bandara, wuuzzz udara dingin menusuk sukma, duwingiiin, brrrr. Kami mengantri dengan manis menunggu giliran taksi. Didalam taksi kami cuma diam saja, masing-masing membatin gagal wifi, tapi tidak terucap.

Sesampai di Ramada Parkside Beijing (https://goo.gl/VBmvH6) yang kami pesan selama 5 hari 4 malam, dengan harga per malam Rp 500ribuan. Suami langsung menggunakan wifi hotel untuk membuka web Kl**k.com (versi English) lalu mencari informasi dimana letak pick up point wireless wifi tersebut. Dan benar saja ternyata informasi pick up point yang diterima suami dalam versi bahasa Indonesia tersebut salah, karena mencantumkan lokasi pick up point di bandara Shanghai  area baggage claim bukan di Beijing. Seketika suami mengirimkan email complain sekaligus menuntut refund ke customer service Kl**k.com namun mereka kurang menanggapi secara serius, dan pada akhirnya suami menyerah, dan merelakan.

Setelah terkoneksi dengan wifi hotel, kami terkejut bahwa selain Google banyak aplikasi yang diblokir di China, seperti Whatsapp, Line, Instagram dan Facebook. Sehingga kami tidak dapat menghubungi keluarga di Indonesia. Untunglah kami masih bisa memanfaatkan search engine Baidu dan Bing. Baiklah saatnya kami memutar otak mencari Plan B. Walaupun begitu kami tetap dapat beristirahat dengan nyenyak dan bersiap untuk rencana esok hari.

Senin - China Mobile, Houhai Lake


Sambil menunggu counter China Mobile buka

Hari ini kami memutuskan akan membeli sim card lokal, kebetulan ada counter penjualan China Mobile, tak jauh dari hotel, dan sejalan dengan stasiun subway. Sebelum berangkat, kami telah mengcapture peta lokasi, syukurlah aplikasi Maps di Iphone dapat digunakan. Setelah memakai baju rangkap 4, kami turun menuju resto hotel dan memilih minum air serta buah-buahan untuk sarapan. Hari itu bersuhu 2 derajat Celsius, wajah mulai tak kuasa menahan angin super dingin, hoodie jaket dan syal saya manfaatkan untuk menangkal angin. Sesampai di counter China Mobile, kami membeli 1 buah sim card seharga CNY 30. Cukup 1 sim card saja lalu di tethering, hemat bukan hehe.

Selesai beli sim card, kami berjalan menuju stasiun subway Anlilu, sekaligus membeli prepaid card (Beijing Municipal Administration and Communications Card/BMAC) seharga CNY 20, dan kami isi saldo CNY 20 untuk dapat naik kereta. Saat membeli kartu, masalah komunikasi mulai melanda, karena hanya 1 dari 3 orang yang melayani yang dapat berbahasa Inggris, namun syukurlah walaupun tidak begitu mengerti bahasa yang dikomunikasikan, petugas stasiun sangat tulus dan berempati membantu kami. 

Perjalanan berlanjut menggunakan kereta dari Anlilu menuju Deshengmen Station. Keluar dari Deshengmen, kami berjalan melewati sungai beku, sambil membayangkan berendam disana gimana rasanya ya. Pagi itu sejatinya kami berdua lapar, ingin makanan berkuah hangat. Dannn, rejeki bagi kami, tetiba melewati restoran dengan papan bertuliskan Bismillahirrohmanirrohim, langsung kami masuk resto itu yang ternyata resto lamian, dan memesan 2 mangkok lamian seharga CNY 20/mangkok. Huwaaa porsi besar dan kuah panasnya melegakan tenggorokan, sungguh nikmat lamian ini, kaldu daging sapi, potongan daging, irisan daun seledri ditambah sambal dari minyak dan potongan cabe menambah kelezatan mie kami. Sambil makan kami tengok kanan kiri, ternyata tidak ada yang memesan minuman, apa karena kuahnya sudah berlimpah ya, baiklah kami ikut tidak memesan juga, lumayan hemat karena masih ada air mineral bawaan hehe.

Resto Lamian Sapi

Setelah perut kenyang, kami berjalan menuju Houhai Lake, danau ini hampir seluruhnya beku saat musim dingin, sehingga dapat digunakan untuk bermain ice skating dan sepeda es. Danau ini sangat luas, areanya terbagi antara depan, belakang dan barat. Danau ini menjadi tempat favorit warga lokal dan turis untuk berkegiatan, hingga saat malam tiba, di sepanjang danau terdapat banyak cafe dan bar tempat nongkrong.

Sepeda Es

Pertama kali lihat danau luas dan beku rasanya agak takut, kalau pas ditengah lalu airnya mencair huwaaa, dinginnn. Untuk dapat bermain di danau, kami harus membayar tiket masuk seharga CNY 60 per orang. Suami sudah mengincar untuk bisa naik sepeda es. Sepeda yang digunakan bentuknya unik, tidak memakai roda tetapi memakai pisau ala ice skating. Kami bersepeda hingga ke tengah danau, tetiba angin berhembus sangat kencang sampai sepeda bergerak sendiri mengikuti arah angin. Menakutkan rasanya, apalagi anginnya dingin di wajah. Akhirnya saya menyerah dan meminta berhenti. Sebetulnya kasihan juga, karena suami masih kepingin lebih lama, mengingat harga tiketnya lumayan mahal. Karena terlalu keasyikan maen sepeda es, kami sampai lupa mematikan tethering di HP dan pettt HP mati. Dan kami benar-benar kehilangan satu-satunya navigasi yaitu Apple Map dan sayangnya kita juga tidak membawa power bank dan HP suami yang Android sudah pasti Google Map-nya tidak bisa dipakai di China.  Maafkan akuuu ;p

Senin - Tiananmen Square


Tiananmen Square

Karena kedinginan terkena angin dan tidak bisa menggunakan Apple Map, membuat kita sedikit menyerah dan memilih naik taksi untuk ke tujuan selanjutnya yaitu Tiananmen Square. Tempat ini sangat populer, karena sejarahnya dan letaknya di tengah kota, serta satu kompleks dengan Forbidden City. Di bagian depannya, banyak polisi berjaga utamanya di sekitar gerbang masuk dimana terdapat foto Mao Zedong, pendiri People's Republic of China. Sejatinya tempat ini merupakan pintu gerbang menuju area kekaisaran yang dibangun pada tahun 1415, saat dinasti Ming berkuasa. Berbagai peristiwa bersejarah pernah terjadi, hingga saat ini, karena areanya yang luas, parade militer untuk memperingati event tertentu sering diadakan di sini. Salah satunya pada tahun 2015, dilangsungkan parade militer untuk memperingati 70 tahun berakhirnya Perang Dunia Kedua.

Kebetulan karena hari Senin, Forbidden City sedang tidak beroperasi, sehingga kami tidak dapat masuk, dan lanjut ke lokasi selanjutnya.

Senin - NiuJie Mosque


Bagian dalam Masjid

Untuk menuju masjid Niujie kami hanya bisa mengandalkan peta-peta yang ada di stasiun dan referensi dari beberapa travel blog, sampai pada akhirnya kita pun nyasar alias salah turun stasiun...hehehe.  
Hari ini ibaratnya kami masih belum menguasai medan, sehingga kami putuskan lagi-lagi  memilih naik taksi ke masjid, hahaa. Sesampai di area sekitar NiuJie, kami masuk ke bangunan yang tampak seperti madrasah, ternyata masjidnya bukan disitu, bahkan mungkin karena saking seringnya turis salah masuk, pak petugas security sampai menyiapkan secarik kertas berisi petunjuk lokasi masjid dalam bahasa Inggris. Sambil jalan kaki, kami tengok kanan-kiri, wahhh senangnya di area ini banyak berjajar resto halal. 

Masjid NiuJie merupakan masjid tertua dan terbesar di Beijing. Dibangun pada tahun 996 saat Dinasti Liao berkuasa. Sempat dihancurkan oleh tentara Mongol, namun kembali dibangun pada masa Dinasti Ming dan diperluas pada masa Dinasti Qing. Karena di sekitar banyak terdapat penjual daging sapi, maka masjid yang awalnya bernama Libaisi ini berubah menjadi NiuJie yang artinya jalan sapi.

Kompleks masjid NiuJie sangat luas terdiri dari beberapa bangunan. Bangunan tempat sholat pria dan wanita terpisah sehingga saya sholat sendiri, dan sedang sepi karena bukan jam sholat. Sempat bertemu dengan sesama turis Indonesia yang sama-sama kedinginan. Saat musim dingin dengan baju berangkap-rangkap, dibutuhkan ketelatenan saat berwudhu, karena harus copot mulai dari sepatu, kaos kaki, sarung tangan, syal, dalaman jilbab hingga jilbab, semua harus dirombak total. akhirnya suami sudah foto kesana kemari, saya baru selesai sholat, hehe.

Senin - Liankexuan Siji Meat in Hot Pot


Resto yang hampir tutup

Keluar masjid, kami celingukan memilih resto karena sudah lapar. Awalnya kami menyeberang masjid karena ada resto yang cukup gemerlap lampunya. Ternyata resto akan tutup, jadi kami beranjak ke resto lain, yaitu resto hot pot. Resto ini terdiri dari 2 lantai, lantai 1 melayani penjualan daging mentah potong, dan kami diarahkan ke lantai 2 yang ternyata lumayan meriah berwarna-warni dekorasinya. Agak takut juga sih kalau mahal haahaa. 


Hot Pot

Petugas resto banyak berjaga, yang pria memakai peci putih, dan kami dihampiri oleh serombongan  petugas wanita yang cantik. Salah satu dari mereka lumayan mengerti bahasa Inggris. Kami dibantu memilih kuah dan makanan. Setelah memilih, petugas menyiapkan kuali sekaligus kompor arang dari bahan besi berukuran besar, setelah arang dinyalakan, kuah dituang, lalu makanan dicelup-celup kuah panas. Rasanya enak, kami memilih daging kambing potong, udang cincang, lalu sayur serta mie. Daging kambingnya empuk dan tidak prengus, lemaknya hanya sedikit menempel dipinggiran potongan daging, so juicy. Semakin malam, semakin banyak tamu yang datang, sepertinya resto ini lumayan favorit di seantero Beijing.

Perut sudah terisi, badan mulai menghangat, malam pun tiba, saatnya kami kembali ke hotel dengan naik taksi lagi karena sudah tidak sanggup lagi berjalan mencari stasiun kereta di tengah suhu udara minus. Sesampainya di hotel, review kami untuk petualangan di hari pertama ini sedikit kacau hehehe, semua gara-gara baterai HP drop, semangattttt !!!

Next Post : China Journey...2



Comments