SUPER BEKU DI GREAT WALL (China Journey...3)

Mohon maaf, setelah sekian bulan saya tidak lanjutkan menulis China Journey, akhirnya niat ini muncul kembali. Mungkin sudah tidak relevan karena mundur terlalu lama, tapi tak apa lah, yang penting niat sudah menjadi nyata hehe.

Great Wall Pose
Hari ketiga di Beijing, kami bersiap ke salah satu dari 7 keajaiban dunia (yang ditetapkan oleh organisasi non profit berbasis di Swiss bernama New 7 Wonders), yaitu Tembok Besar China. Setelah sedikit mempelajari tentang Tembok Besar China, ternyata ada 10 lokasi  terbaik yang menjadi pintu masuk bagi pengunjung untuk menikmati keindahannya. 

Saking panjangnya tembok ini, dari 10 lokasi itu, ada yang paling ramai dan sudah dibangun kembali, sampai yang paling sepi dengan kondisi mendekati aslinya (super kuno). Dengan berbagai pertimbangan, suami putuskan untuk memilih Badaling Great Wall, mengingat kami adalah first timer, cuaca yang ektrim (bagi saya), serta jarak dan waktu yang relatif singkat bila ditempuh dari Beijing. Dan ternyata Badaling adalah lokasi yang paling populer bahkan di kalangan orang lokal sekalipun.  

Jarak tempuh dari Beijing ke Badaling adalah 75 km atau sekitar 2 jam perjalanan dengan menggunakan bus. Seperti biasa kami berjalan ke stasiun MRT terdekat dari hotel menuju ke terminal bus Deshengmen. Dari terminal Deshengmen, ada bus yang langsung menuju ke Badaling, jadi tidak perlu oper lagi. Sungguh moda transportasi yang memudahkan para pelancong hemat dan newbie seperti kami.

Sesampai di lokasi pemberhentian bus, saya sudah parno dengan suhunya yang super dingin, range suhu -9 sampai -12 adalah super duper ekstrim bagi saya, yang terbiasa hidup di suhu 30 derajat Celcius, aaaakkkk. Turun dari bus, saya memantapkan hati dan niat untuk berjalan kaki menikmati perjalanan kali ini.

Antri tiket masuk
Diantara penumpang bus, terdapat juga rombongan tour lokal lengkap dengan mbak tour leader. Terkadang saya nempel-nempel, dengar pembicaraan mereka, pengen cepet beres, biar ga perlu cari-cari lagi dimana, berapa dan bagaimana terkait pertiketan masuk Badaling ini. Eh tapi akhirnya sadar juga lha wong mereka pake bahasa lokal, ah gimana sih. Baiklah mari belajar. Daaaan sesampai di loket, sangat minim huruf latin, hmmm baik. Ilmu ikut-ikutan pelancong lain dimulai, disamping itu prosesi pembelian tiket juga singkat karena antrian panjang, jadi ya sudahlah, ikut aja. Sepertinya tiket kami paket lengkap, karena ada wahana lain selain tembok China.

Area makanan dan souvenir
Setelah tiket ditangan, kami berjalan memasuki area wahana utama, kami melewati berbagai penjual makanan dan souvenir. Lalu kami lanjut berjalan menanjak menuju area utama. Wajah ini sudah tertusuk-tusuk udara dingin, sakit rasanya.

Memasuki area utama tembok China, kami disuguhkan pemandangan benteng kuno panjang berpadu dengan alam, karena sedang winter, pepohonan di sekitar hanya berupa batang dan ranting saja, tidak berdaun. Langit berwarna biru cerah, tidak berawan sama sekali, beruntung tidak berkabut. Matahari pun bersinar terik, walaupun suhu tetap minus.

Salah satu menara benteng
Tembok Badaling ini telah dibangun sejak masa Dinasti Ming tahun 1504, dan telah direstorasi pada tahun 1957. Badaling terbentang sepanjang 12 Km, dengan 43 menara, namun hanya 3,7 Km dan 19 menara yang terbuka untuk pelancong. Puncak tertinggi menara Badaling berada pada ketinggian 1015 meter diatas permukaan laut. Jaman dahulu kala, Badaling ini berfungsi sebagai benteng pertahanan militer untuk melindungi Dinasti yang sedang berkuasa dari invasi bangsa nomaden di utara China.

Mendaki tembok
Semakin berjalan, semakin tinggi dari titik awal, semakin kencang angin yang berhembus, semakin berat medan yang ditempuh. Setelah melewati beberapa menara, kami memutuskan untuk kembali dan menuju wahana selanjutnya. Dengan berbekal celingukan mencari petunjuk jalan sambil ikut-ikutan pelancong lain. Untuk menghangatkan diri dan menambah tenaga, kami masuk sebentar ke toko souvenir yang didalamnya menjual coklat panas. Disitu kami nongkrong bersama oma opa bule.

Pintu gerbang wahana antah berantah
Sebetulnya kami pun masih absurd, wahana apakah ini. Kami berjalan lagi lumayan jauh dari titik awal, semakin menanjak, dan semakin sepi pula. Serem juga karena terdengar suara-suara hewan, mengingat kami sedang di hutan antah berantah. Ternyata suara itu suara beruang, aaaakkkk. Tapi syukurlah beruangnya ada di dalam kandang, berupa cekungan besar dibawah tanah, bisa dilihat dari atas ada 2 beruang lucu berukuran jumbo. Namun ada juga oknum jahat, dia melempari beruang itu dengan batu, jahaaaaatttttt! Emosi juga lihat orang itu, tapi apa daya saya sudah beku super mati rasa kaki ini, plus napas ngos-ngosan karena jalannya menanjak terus. Saya agak parno, karena pada saat ngos-ngosan, rasanya oksigen yang masuk pun sedikit, huhuuuu.

Sampailah pada wahana yang dituju. Di pintu masuknya, ada Ibu penjaga, dia bilang pakai bahasa tubuh kalau tiketnya bukan ini, kamu harus lewat sana. Hmmm sepertinya kami salah jalan, tapi karena keterbatasan komunikasi, akhirnya si Ibu menyerah, kalau bahasa tubuhnya diterjemahkan jadi begini : yo wes lah masuk!!!

Daaaaaan ternyata wahananya adalah semacam slider, jadi kami duduk masing-masing di slider yang berbeda, lalu slider itu bergerak mengikuti relnya. Saya pengen nangis karena super kedinginan, masa mau keanginan lagiiiiii, saya membayangkan kecepatan slider ini seperti roller coaster, huks. Lalu kebayang juga kalau bakal dibolak-balik ala roller coaster, haduhhh pengen pingsan saya. Mau mundur tapi kok jalan baliknya juga jauh, sia-sia dong usaha kami tadi. Akhirnya kami naik juga karena there's no turn back, kecuali naik. Baiklah, "gledek, gledek, gledek" bunyi slider bergerak perlahan semakin tinggi semakin tinggi. Lalu turun mengikuti elevasi rel. Badan saya sudah menggigil tidak karuan, bibir saya komat kamit baca doa, semoga saya kuat, saya parnoo kena hipotermia, aaaaaaakkkkk.

Suami masih semangat merekam moment kami naik slide itu, kira-kira 10 menit kami naik slide sampai akhirnya tiba di garis finish. Legaaaa saya. Ternyata tidak seperti roller coaster, fiuhhhh.

Perjuangan belum selesai, karena kami harus kembali ke halte bus, jalan yang ditempuh kali ini berupa turunan, jadi lumayan menghemat energi, walau kebekuan tetap melanda tubuh. Kaki saya serasa mati rasa karena saya pegang pun tidak terasa, ditambah jantung berdegup kencang, karena lelah. Lagi-lagi saya berbekal baca doa.

Sesampai di halte bus, kami antre bersama pelancong lainnya, sebelum bus datang kami menuju toilet, sewaktu tangan dan kaki terkena air, sungguh rasanya benar-benar mati rasa saking bekunya.

Saya sangat bersyukur bisa masuk ke bus, karena didalamnya ada mesin penghangat. Akibat kelelahan, saya tertidur sejauh setengah perjalanan menuju Beijing.

Masjid Fayuan tampak depan
Sesampai di terminal Deshengmen, kami berkunjung ke masjid Fayuan untuk sholat. Masjid ini luas dan nyaman, karena area wudhu merupakan bangunan tersendiri yang dilengkapi dengan fasilitas sandal karet, air hangat serta terdapat penghangat ruangan. Setelah wudhu, kami menuju ke ruang solat utama. Kedua ruangan ini terpisah. Di dalam ruang sholat utama, terdapat beberapa jamaah pria, dan di bagian wanita hanya saya pengunjungnya.

Selesai sholat, kami bergerak menuju San Li Tun, yaitu semacam town square, berisi toko-toko dengan brand internasional ternama. Di San Li Tun, kami tidak membeli apapun, harga sepatu berlambang "three stripes" pun tidak jauh berbeda dengan di belahan dunia lain, jadi kami hanya melihat-lihat saja.

San Li Tun Square
Puas berjalan-jalan sore di San Li Tun, dan lumayan dapat kehangatan di dalam toko-toko yang kami kunjungi, karena pasti terdapat penghangat ruangan, dengan kondisi suhu tubuh mulai naik (dibanding sebelumnya), kami kembali ke hotel untuk beristirahat.














Comments